Tentara AS Ditahan di Korea Utara: Pemeriksaan Mendetail
Dalam perkembangan yang mengejutkan, Travis King, Tentara AS Ditahan di Korea Utara setelah melintasi perbatasan dari Korea Selatan tanpa izin. Insiden ini telah memicu krisis selama ketegangan yang meningkat dengan Korea Utara, negara yang dikenal terisolasi dari komunitas global.
AS selalu menyarankan warganya untuk tidak bepergian ke Korea Utara karena sifat negara yang tidak dapat diprediksi dan undang-undang yang ketat.
Insiden Tentara AS Ditahan di Korea Utara
Travis King, Private 23nd Class (PV2) berusia 2 tahun, mendapati dirinya ditahan di Korea Utara setelah melintasi perbatasan selama tur perbatasan Zona Demiliterisasi (DMZ). Dia seharusnya kembali ke AS untuk tindakan disipliner tetapi berhasil menghindari pengawalnya di Bandara Incheon.
Alih-alih menaiki pesawatnya, dia malah menuju perbatasan, yang jaraknya sekitar 54 km (34 mil). Tindakan tak terduga ini menyebabkan situasi saat ini dari Tentara AS ditahan di Korea Utara.
King telah bertugas di Angkatan Darat sejak Januari 2021 sebagai pengintai kavaleri, peran yang melibatkan pengintaian. Dia awalnya ditugaskan ke bagian Divisi Lapis Baja ke-1 tentara dalam rotasi dengan militer AS di Korea Selatan.
Dia menghadapi tindakan disipliner karena tuduhan penyerangan dan seharusnya secara administratif terpisah dari tentara di Fort Bliss di Texas. Namun, jalan memutarnya yang tak terduga menyebabkan statusnya saat ini sebagai Tentara AS yang ditahan di Korea Utara.
Bukti menunjukkan bahwa kepindahan King sudah direncanakan sebelumnya. Pemesanan tur ke DMZ harus mengirimkan nomor paspor dan ID militer Anda ke Komando PBB, yang mengoperasikan area tersebut, dan biasanya membutuhkan waktu tiga hari untuk mendapatkan otorisasi.
Selain itu, sejak pandemi, mengikuti tur ini menjadi lebih menantang, membutuhkan penelitian dan perencanaan. Tingkat perencanaan ini menunjukkan bahwa insiden Tentara AS ditahan di Korea Utara bukanlah keputusan mendadak.
Implikasi bagi AS
Insiden ini menambah ketegangan yang meningkat di semenanjung Korea, menjadikannya perhatian kebijakan luar negeri yang signifikan bagi pemerintahan Biden.
Penahanan King berpotensi digunakan oleh Korea Utara sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi dengan AS. Pemerintah AS sekarang dihadapkan dengan tantangan untuk mengamankan rilis Tentara AS ditahan di Korea Utara.
Sejak 1996, Korea Utara telah menahan beberapa warga AS, termasuk turis, sarjana, dan jurnalis. Perlakuan terhadap para tahanan ini seringkali brutal, dengan beberapa kembali ke AS dalam kondisi kesehatan yang kritis.
Insiden ini berfungsi sebagai pengingat yang jelas akan risiko yang terkait dengan penyeberangan perbatasan tanpa izin ke Korea Utara, sebagaimana dibuktikan oleh situasi Tentara AS saat ini yang ditahan di Korea Utara.